Cara Mendesain Ukuran Kolom Langsing
Artikel berikut ini membahas teori-teori mendesain, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk merencanakan kolom bertulang, serta perhitungannya, semoga berfaedah...
yups, mari saudara-saudari tengok kebawah.....
Gambar 1.1 : Penulangan Bangunan
KOLOM BETON DALAM BANGUNAN
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul
beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang
memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada
suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya
(collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total
collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). SK SNI T-15-1991-03
mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas
utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang
tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Fungsi
kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain kolom :
- Kombinasi Pembebanan.
Seperti yang berlaku di SNI Beton, Baja, maupun Kayu. - Reduksi Beban Hidup Kumulatif.
Khusus untuk kolom (dan juga dinding yang memikul beban aksial), beban hidup boleh direduksi dengan menggunakan faktor reduksi beban hidup kumulatif. Rujukannya adalah Peraturan Pembebanan Indonesia (PBI) untuk Gedung 1983
Tabelnya adalah sebagai berikut:Jumlah lantai yang dipikul Koefisien reduksi 1 1.0 2 1.0 3 0.9 4 0.8 5 0.7 6 0.6 7 0.5 8 atau lebih 0.4
Misalnya ada sebuah kolom yang memikul 5 lantai. Masing-masing lantai memberikan reaksi beban hidup pada kolom sebesar 60 kN. Maka beban hidup yang digunakan untuk desain kolom pada masing-masing lantai adalah:
- Lantai 5 : 1.0 x 60 = 60 kN
- Lantai 4 : 1.0 x (2×60) = 120 kN
- Lantai 3 : 0.9 x (3×60) = 162 kN
- Lantai 2 : 0.8 x (4×60) = 192 kN
- Lantai 1 : 0.7 x (5×60) = 210 kN
Jadi, lantai paling bawah cukup didesain terhadap beban hidup 210 kN saja, tidak perlu sebesar 5×60 = 300 kN.
Dasar dari pengambilkan reduksi ini adalah bahwa kecil kemungkinan suatu kolom dibebani penuh oleh beban hidup di setiap lantai. Pada contoh di atas, bisa dikatakan bahwa kecil kemungkinan kolom tersebut menerima beban hidup 60 kN pada setiap lantai pada waktu yang bersamaan. Sehingga beban kumulatif tersebut boleh direduksi.
Catatan: Beban ini masih tetap harus dikalikan faktor beban di kombinasi pembebanan, misalnya 1.2D + 1.6L.
- Gaya dalam yang diambil untuk desain harus sesuai dengan pengelompokan kolom apakah termasuk kolom bergoyang atau tak bergoyang, apakah termasuk kolom pendek atau kolom langsing.
- Perbesaran momen (orde kesatu), dan analisis P-Delta (orde kedua) juga harus dipertimbangkan untuk menentukan gaya dalam.
Untuk detailing, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
- Ukuran penampang kolom.
Untuk kolom yang memikul gempa, ukuran kolom yang terkecil tidak boleh kurang dari 300 mm. Perbandingan dimensi kolom yang terkecil terhadap arah tegak lurusnya tidak boleh kurang dari 0.4. Misalnya kolom persegi dengan ukuran terkecil 300mm, maka ukuran arah tegak lurusnya harus tidak lebih dari 300/0.4 = 750 mm. - Rasio tulangan tidak boleh kurang dari 0.01 (1%) dan tidak boleh lebih dari 0.08 (8%). Sementara untuk kolom pemikul gempa, rasio maksiumumnya adalah 6%. Kadang di dalam prakteknya, tulangan terpasang kurang dari minimum, misalnya 4D13 untuk kolom ukuran 250×250 (rasio 0.85%). Asalkan beban maksimumnya berada jauh di bawah kapasitas penampang sih, oke-oke saja. Tapi kalau memang itu kondisinya, mengubah ukuran kolom menjadi 200×200 dengan 4D13 (r = 1.33%) kami rasa lebih ekonomis. Yang penting semua persyaratan kekuatan dan kenyamanan masih terpenuhi.
- Tebal selimut beton adalah 40 mm. Toleransi 10 mm untuk d sama dengan 200 mm atau lebih kecil, dan toleransi 12 mm untuk d lebih besar dari 200 mm.
d adalah ukuran penampang dikurangi tebal selimut.d adalah jarak antara serat terluar beton yang mengalami tekan terhadap titik pusat tulangan yang mengalami tarik. Misalnya kolom ukuran 300 x 300 mm, tebal selimut (ke titik berat tulangan utama) adalah 50 mm, maka d = 300-50 = 250 mm.
Catatan:
- toleransi 10 mm artinya selimut beton boleh berkurang sejauh 10 atau 12 mm akibat pergeseran tulangan sewaktu pemasangan besi tulangan. Tetapi toleransi tersebut tidak boleh sengaja dilakukan, misanya dengan memasang “tahu beton” untuk selimut setebal 30 mm.
- Adukan plesteran dan finishing tidak termasuk selimut beton, karena adukan dan finishing tersebut sewaktu-waktu dapat dengan mudah keropos baik disengaja atau tidak disengaja. - Pipa, saluran, atau selubung yang tidak berbahaya
bagi beton (tidak reaktif) boleh ditanam di dalam kolom, asalkan luasnya
tidak lebih dari 4% luas bersih penampang kolom, dan
pipa/saluran/selubung tersebut harus ditanam di dalam inti beton (di
dalam sengkang/ties/begel), bukan di selimut beton.
Pipa aluminium tidak boleh ditanam, kecuali diberi lapisan pelindung. Aluminium dapat bereaksi dengan beton dan besi tulangan. - Spasi (jarak bersih) antar tulangan sepanjang sisi sengkang tidak boleh lebih dari 150 mm.
- Sengkang/ties/begel adalah elemen penting pada
kolom terutama pada daerah pertemuan balok-kolom dalam menahan beban
gempa. Pemasangan sengkang harus benar-benar sesuai dengan yang
disyaratkan oleh SNI.
Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan/megikat tulangan utama dan inti beton tidak “berhamburan” sewaktu menerima gaya aksial yang sangat besar ketika gempa terjadi, sehingga kolom dapat mengembangkan tahanannya hingga batas maksimal (misalnya tulangan mulai leleh atau beton mencapai tegangan 0.85fc’) - Transfer beban aksial pada struktur lantai yang mutunya berbeda.
Pada high-rise building, kadang kita mendesain kolom dan pelat lantai dengan mutu beton yang berbeda. Misalnya pelat lantai menggunakan fc’25 MPa, dan kolom fc’40 MPa. Pada saat pelaksanaan (pengecoran lantai), bagian kolom yang berpotongan (intersection) dengan lantai tentu akan dicor sesuai mutu beton pelat lantai (25 MPa). Daerah intersection ini harus dicek terhadap beban aksial di atasnya. Tidak jarang di daerah ini diperlukan tambahan tulangan untuk mengakomodiasi kekuatan akibat mutu beton yang berbeda.
Teknik Sipil - Contoh data-data teknis untuk perhitungan dimensi awal kolom adalah sabagai berikut:
- Tinggi kolom Lt 1 = 3,5 meter
- Tinggi kolom Lt 2 = 3,5 meter
- Dimensi balok Induk = 400 x 200 mm
- Dimensi balok anak = 250 x 150 mm
- Pelat lantai (t) = 120 mm
- Pelat atap (t) = 100 mm
Pembebanan pada kolom
Beban yang bekerja pada kolom lantai 1
diakumulasikan dengan beban-beban yang bekerja pada kolom lantai 2. Hal ini
dilakukan agar dimensi kolom lantai 1 tidak lebih kecil dari dimensi kolom pada
lantai 2. Perhitungan pembebanan pada kolom
adalah sebagai berikut:
a)
Pembebanan kolom lantai 2
Distribusi pembebanan kolom lantai 2,
berasal dari dak atap pada elevasi 7 m dan ring balok lantai 2. Perhitungannya
sebagai berikut :
Perhitungan beban mati yang bekerja pada kolom adalah sebagi berikut:
Perhitungan beban mati yang bekerja pada kolom adalah sebagi berikut:
Wbalok
- A x x L
- [ 0,4 x 0,2 x 2400 x ( 2,25 + 2,5 + 2 ) ]
- 1104 kg
Wpelat
- beban pelat atap
- A x x tpatap
- ( 4,75 x 2 ) x 2400 x 0,1
- 2280 kg
Data berat plafon dan penggantung
diperoleh dari Perencanaan Pembebanan untuk rumah dan gedung, dimana:
Berat eternit/plafon (tebal 4mm) = 11 kg/m2
Berat penggantung (dari kayu) =
7,0 kg/m
Total
beban mati pada lantai 2 adalah:
WDL2
- Wbalok + Wpelat + Wplafon
- 1104 kg + 2280kg + 171 kg
- 3555 kg
Beban hidup yang bekerja pada lantai
dan membebani kolom di lantai dua ini adalah :
WLL2
- 200 kg/m2 x 4,75 x 2
- 1900 kg
Nilai beban hidup diperoleh dari
pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung, dimana bangunan tersebut berfungsi
sebagai rumah tinggal dan mempunyai nilai beban hidup sebesar 200 kg/m2.Maka beban yang terjadi pada kolom
lantai 2 seluruhnya dapt dihitung dengan kombinasi pembebanan, sehingga beban
pada kolom lantai 2 adalah:
W2
- 1,2 WDL2 + 1,6WLL2
- (1,2 x 3555) + (1,6 x 1900 )
- 7306 kg
b) Pemebebanan Kolom Lantai 1
Distribusi pembebanan kolom lantai 1, berasal dari lantai 2 pada elevasi 3,5 m. Elemen-elemen yang diperhitungkan sama dengan pembebanan kolom lantai 2 ditambah dengan perhitungan beban mati dan beban hidup untuk kolom lantai 1.
Perhitungannya beban mati yang bekerja pada kolom adalah sebagai berikut:
Wbalok
Distribusi pembebanan kolom lantai 1, berasal dari lantai 2 pada elevasi 3,5 m. Elemen-elemen yang diperhitungkan sama dengan pembebanan kolom lantai 2 ditambah dengan perhitungan beban mati dan beban hidup untuk kolom lantai 1.
Perhitungannya beban mati yang bekerja pada kolom adalah sebagai berikut:
Wbalok
- A x x L
- { 0,25 x 0,15 x 2400 x ( 2,25 + 2,5 + 2 )
- 607,5 kg
Wkolom
- A x x L
- (0,25 x 0,15) x 2400 x 3,5
- 315 kg
Wpelat
- beban pelat
- A x x tppelat
- ( 2 x 4,75 ) x 2400 x 0,12
- 2736 kg
Wwall
- A x (berat plafon + penggantung)
- ( 3,5 x 4,75 ) x 250 kg/m2
- 4156,25 kg
Wfinishing
- A x [berat spesi (adukan) + ubin + pasir urug]
- ( 2 x 4,75 ) x (21 kg.m2 + 22 kg/m2 + 24 kg/m2)
- 636,5 kg
Besar beban finishing dan beban
dinding diperoleh dari peodman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung.
Wplafon
- A x ( berat plafon + penggantung)
- (4,75 x 2) x 18 kg/m2
- 171 kg
Data berat plafon dan penggantung
diperoleh dari Perencanaan Pembebanan untuk rumah dan gedung, dimana:
Berat eternit/plafon (tebal 4mm) = 11 kg/m2
Berat penggantung (dari kayu) =
7,0 kg/m2
Total
beban mati pada lantai 1 adalah:
WDL1
WDL1
- Wbalok + Wkolom + Wwall + Wpelat + Wplafon + Wfinishing + WDL2
- 607,5 + 315 + 4156,25 + 2736 + 171 + 636,5 + 3555
- 12177,25 kg
WLL1
- 200 kg/m2 x 4,75 x 2
- 1900 kg
Nilai beban hidup diperoleh dari pedoman perencanaan pembebanan untuk ruma dan gedung, dimana bangunan tersebut berfungsi sebagai rumah tinggal dan mempunyai nilai beban hidup sebesar 200 kg/m2.Maka beban yang terjadi pada kolom lantai 2 seluruhnya dapt dihitung dengan kombinasi pembebanan, sehingga beban pada kolom lantai 2 adalah:W1- 1,2 WDL1 + 1,6WLL1
- (1,2 x 12177,25) + (1,6 x 1900)
- 17652,7 kg
Perhitungan Dimensi Awal Kolom
Perhitungan dimensi awal kolom
dihitung berdasarkan SK SNI 03-2847-2002, dengan persamaan berikut:
Ø Pn (max) = 0,8 Ø [ (0,85 . fc’ (Ag – Ast) + fy Ast ]
Ø Pn (max) = 0,8 Ø [ (0,85 . fc’ (Ag – Ast) + fy Ast ]
Dimana :
Ø Pn (max) =
Beban aksial maksimum
Ag =
Luas penampang kolom
Ast =
1,5 % x Ag
Maka perhitungan dimensi awal kolom adalah sebagai
berikut:
Ø Pn(max) =
0,8 Ø [ (0,85 . fc’ (Ag – Ast) + fy Ast ]
Pn(max) =
0,8 Ø [ (0,85 . fc’ (Ag – Ast) + fy Ast ]
=
0,8 [ (0,85 . 25 (Ag – 0,015 . Ag) + 400 . 0,015 . Ag
]
=
0,8 [(21,25 . (Ag – 0,015 . Ag) + 6Ag]
= 0,8 [ 21,25 Ag – 0,32 Ag +
6Ag]
Ag = 0,0464 Pn(max)
a)
Dimensi Kolom Lantai 2
Dimensi kolom lantai 2 dihitung
sebagai berikut :
Beban yang bekerja pada kolom lantai 2
= W2 = 8408,8 kg
Ag = 0,0464 Pn(max)
= 0,0464 . 8408,8 kg
= 390,168 cm2
Dimabil lebar kolom (b) = tebal dinding, yaitu sebesar 15 cm
= 390,168 cm2
Dimabil lebar kolom (b) = tebal dinding, yaitu sebesar 15 cm
Maka panjang kolom adalah :
h = Ag / b
= 390,168 / 15
= 26,011 cm ≈ 30 cm
Maka dimensi kolom K1 150 x 300 mm
b)
Dimensi Kolom Lantai 1
Dimensi kolom lantai 2 dihitung
sebagai berikut :
Beban yang bekerja pada kolom lantai 1
= W1 = 20009,2 kg
Ag = 0,0464 Pn(max)
= 0,0464 . 20009,2 kg
=
928,427 cm2
Dimabil lebar kolom (b) = tebal
dinding, yaitu sebesar 30 cm
Maka panjang kolom adalah :
h =
Ag / b
=
928,427/ 30
= 30,948 cm ≈ 40 cm
Maka dimensi kolom K1 300 x 400 mm (OK)
Demikian blog saya ini dibuat dengan sesadar-sadarnya, terima kasih sudah mengikuti dari advance hingga elementary, semoga bermanfaat... heheh
No comments:
Post a Comment