Makalah Konstruksi Jalan Rel Kereta Api
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Sebelum tahun 1800 alat angkut yang
dipergunakan antara lain adalah tenaga manusia, hewan dan sumber tenaga dari
alam seperti angin. Pada masa itu barang-barang yang dapat diangkut rata-rata
dalam jumlah yang kecil dan waktu yang ditempuh relatif lama. Namun setelah
antara tahun 1800 hingga tahun 1860 transportasi telah mulai berkembang dengan
baik karena telah mulai dimanfaatkannya sumber tenaga mekanik seperti kapal uap
dan kereta api, yang dimana mulai banyak dipergunakan dalam dunia perdagangan
dan dunai tranportasi. Dan kurang lebih pada tahun kisaran antara tahun 1860
sampai dengan tahun 1920 mulai diketemukannya alat tranportasi lainnya seperti
misalnya kendaraan bermotor dan pesawat terbang meskipun dengan banyak
keterbatasan dari teknologi yang ada pada saat itu, namun pada masa itu pula
angkutan kereta api dan jalan raya memegang peranan penting dalam pengangkutan
secara masal antar daerah pada suatu wilayah.
Kereta api mulai diperkenalkan di Indonesia, pada masa penjajahan Belanda, oleh sebuah perusahaan swasta yang mempunyai singkatan NV atau lebih dikenal dengan nama Nederlandsch Indische Spoorweg Mij (NISM), berdiri kisaran tahun 1864. Proyek pertama yang dibuat adalah jalur kereta api pertama dibangun pada 17 Juni 1864. Yakni jalur Kemijen-Tanggung, Kabupaten Semarang saat ini, jalur yang dibuat kurang lebih sepanjang 26 Km. Diresmikan oleh Gubernur Jenderal L.A.J Baron Sloet Van Den Beele. Kemudian tanggal 18 Februari 1870, NISM membangun jalur umum Semarang-Solo-Yogyakarta. Dan tanggal 10 April 1869 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staats Spoorwegen atau lebih dikenal dengan nama singkatan (SS) yang membangun jalur lintasan Batavia-Bogor. Kemudian tanggal 16 Mei April 1878, perusahaan negara luar ini membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 20 Juli 1879 membuka jalur Bangil-Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa terhubung oleh jalur kereta api.
Di luar Jawa, 12 Nopember 1876, Staats Spoorwegen juga membangun jalur Ulele-Kutaraja(Aceh). Selanjutnya lintasan PaluAer-Padang (Sumatera Barat) pada Juli 1891, lintasan Telukbetung-Prabumulih (Sumatera Selatan) tahun 1912, dan 1Juli 1923 membangun jalur Makasar-Takalar (Sulawesi). Di Sumatera Utara, NV. Deli Spoorweg Mij juga membangun lintasan Labuan-Medan pada 25 Juli 1886. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, selain Staats Spoorwegen milik pemerintah, sudah ada 11 perusahaan kereta api swasta di Jawa dan satu perusahaan swasta di Sumatera.
II. TUJUAN DI BANGUNNYA MODA TRANPORTASI KERETA API.
Kereta Api merupakan moda (metode dasar) transportasi dengan multi
keunggulan komparatif: hemat lahan & energi, rendah polusi, besifat massal,
adaptif dengan perubahan teknologi, yang memasuki era kompetisi, potensinya
diharapkan dapat dimobilisasi dalam skala nasional, sehingga mampu menciptakan
keunggulan kompetitif terhadap produksi dan jasa domestik dipasar global.
Dengan tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus penumpang dan barang diatas
jalur rel kereta api, maka ikut berperan menunjang pertumbuhan ekonomi
nasional.
BAB II
JENIS-JENIS KERETA API.
I. Jenis - jenis Rel Kereta Api (Railway Tracks)
Jalan
rel kereta api (UK: Railway Tracks, US:
Railroad Tracks) atau biasa disebut dengan rel kereta api, merupakan
prasarana utama dalam perkeretaapian dan menjadi ciri khas moda transportasi
kereta api. Ya, karena rangkaian kereta api hanya dapat melintas di atas jalan
yang dibuat secara khusus untuknya, yakni rel kereta api.
Rel inilah yang
memandu rangkaian kereta api bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam
pengamatan secara awam, kita melihat rel sebagai jalan untuk lewat kereta api
yang terdiri atas sepasang batang rel berbahan besi baja yang disusun secara
paralel dengan jarak yang konstan (tetap) antara kedua sisinya.
Batang rel
tersebut ditambat (dikatikan) pada bantalan yang disusun secara melintang
terhadap batang rel dengan jarak yang rapat, untuk menjaga agar rel tidak
bergeser atau renggang.
II. Prinsip Rel Kereta Api
Kereta
api berjalan dengan roda besi, sehingga membutuhkan jalan khusus agar dapat
berjalan dengan baik. Untuk itulah dibuat jalan rel KA dengan permukaan baja,
sehingga roda baja KA beradu dengan jalan rel dari baja. Jalan baja ini
memiliki karakteristik dan syarat-syarat khusus yang berbeda dengan jalan
aspal, sehingga konstruksinya lebih rumit dan melibatkan banyak komponen. Jalan
rel KA harus dibangun dengan kokoh, karena setiap rangkaian KA yang lewat
memiliki beban yang berat, apalagi setiap harinya akan dilalui berulang kali
oleh beberapa rangkaian KA. Oleh karena itu, konstruksi rel KA dibuat sebaik
mungkin agar mampu menahan beban berat atau istilahnya beban ganda (Axle Load) dari rangkaian KA yang
berjalan di atasnya, sehingga jalan baja ini dapat bertahan dalam waktu yang
lama dan memungkinkan rangkaian KA dapat berjalan dengan cepat, aman dan
nyaman.
Merujuk pada bagan di atas, pada
dasarnya konstruksi jalan rel KA terdiri atas 2 bagian. Bagian bawah adalah Track Foundation atau Lapisan
Landasan/Pondasi, dan bagian atas adalah Rail Track Structure atau Struktur Trek Rel.Prinsipnya, jalan rel KA
harus dapat mentransfer tekanan yang diterimanya dengan baik yang berupa beban
berat (axle load) dari rangkaian KA
melintas. Dalam arti, jalan rel KA harus tetap kokoh ketika dilewati rangkaian
KA, sehingga rangkaian KA dapat melintas dengan cepat, aman, dan nyaman.
Roda-roda KA yang melintas akan memberikan tekanan berupa beban berat (axle load) ke permukaan trek rel. Oleh
batang rel (rails) tekanan tersebut
diteruskan ke bantalan (sleepers)
yang ada dibawahnya. Lalu, dari bantalan akan diteruskan ke lapisan ballast dan
sub-ballast di sekitarnya. Oleh lapisan ballast, tekanan dari bantalan ini akan
disebar ke seluruh permukaan tanah disekitarnya, untuk mencegah amblesnya trek
rel.
BAB III
KONSTRUKSI JALAN REL KERETA API
I. Konstruksi
Yang Berpengaruh Dalam Moda Tranportasi Kereta Api
Prinsipnya,
lapisan landasan (track foundation)
ini dibuat untuk menjaga kestabilan trek rel saat rangkaian KA lewat. Sehingga
trek rel tetap berada pada tempatnya, tidak bergoyang-goyang, tidak ambles ke
dalam tanah, serta kuat menahan beban rangkaian KA yang lewat. Selain itu,
lapisan landasan juga berfungsi untuk mentransfer beban berat (axle load) dari rangkaian KA untuk
disebar ke permukaan bumi (pada gambar di atas adalah Subsoil/Natural Ground).
Lapisan
landasan merupakan lapisan yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum
membangun trek rel, sehingga posisinya berada di bawah trek rel dan berfungsi
sebagai pondasi. Sebagaimana struktur pondasi pada suatu bangunan, lapisan
landasan juga tersusun atas lapisan-lapisan material tanah dan bebatuan,
diantarany:
1. Formation Layer
Formation
layer merupakan perkerjaan pemadatan tanah sebagai pondasi trek rel KA.
Formation layer ini dipersiapkan sebagai tempat ditaburkannya lapisan ballast.
Lapisan ini berupa campuran tanah, pasir, dan lempung yang diatur tingkat
kepadatan dan kelembapan airnya. Pada Negara-negara maju yang lintasan KA-nya
sangat padat, ditambahkan lapisan Geotextile
di bawah formation layer. Geotextile
adalah material semacam kain yang bersifat permeable yang terbuat dari
polipropilena atau polyester yang berguna untuk memperlancar drainase dari atas
ke bawah (subgrade ke subsoil), dan
sekaligus memperkuat formation layer.
2. Sub-Ballast Dan Ballast
Lapisan ini disebut pula sebagai Tack Bed,
karena fungsinya sebagai tempat pembaringan trek rel KA. Lapisan Ballast
merupakan suatu lapisan berupa batu-batu berukuran kecil yang ditaburkan di
bawah trek rel, tepatnya di bawah, samping, dan sekitar bantalan rel (sleepers). Bahkan terkadang dijumpai
bantalan rel yang “tenggelam” tertutup lapisan ballast, sehingga hanya terlihat
batang relnya saja.
Fungsi lapisan ballast adalah:
1. untuk meredam getaran trek rel saat rangkaian KA melintas,
2. menyebarkan axle load dari trek rel ke lapisan landasan di bawahnya,
3. sehingga trek rel tidak ambles,
4. menjaga trek rel agar tetap berada di tempatnya,
5. sebagai lapisan yang mudah direlokasi untuk menyesuaikan dan meratakan
ketinggian trek rel (Levelling),
6. memperlancar proses drainase air hujan,
7. mencegah tumbuhnya rumput yang dapat mengganggu drainase air hujan.
Ballast
yang ditabur biasanya adalah batu kricak (bebatuan yang dihancurkan menjadi
ukuran yang kecil) dengan diameter sekitar 28-50 mm dengan sudut yang tajam
(bentuknya tidak bulat). Ukuran partikel ballast yang terlalu kecil akan
mengurangi kemampuan drainase, dan ukuran yang terlalu besar akan mengurangi
kemampuannya dalam mentransfer axle load saat rangkaian KA melintas. Dipilih
yang sudutnya tajam untuk mencegah timbulnya rongga-rongga di dalam taburan
ballast, sehingga lapisan ballast tersebut susunannya menjadi lebih rapat.
A. Ballast
ditaburkan dalam dua tahap.
Pertama
saat sebelum perakitan trek rel, yakni ditaburkan diatas formation layer dan
menjadi track bed atau “kasur” bagi bantalan rel, agar bantalan tidak
bersentuhan langsung dengan lapisan tanah. Karena jika bantalan langsung
bersentuhan dengan tanah (formation
layer) bisa-bisa bantalan tersebut akan ambles, karena axle load yang
diterima bantalan langsung menekan frontal ke bawah karena ketiadaan ballast
untuk menyebarkan axle load.
Kedua
ketika trek rel selesai dirakit, untuk menambah ketinggian lapisan ballast
hingga setinggi bantalan, mengisi rongga-rongga antarbantalan, dan di sekitar
bantalan itu sendiri. Ballast juga ditabur disisi samping bantalan hingga jarak
minimal 50cm dengan kemiringan (slope)
tertentu sehingga membentuk “bahu” ballast yang berfungsi menahan gerakan
lateral dari trek rel.Pada kasus tertentu, sebelum ballast, ditaburkan terlebih
dahulu lapisan sub-ballast, yang berupa batu kricak yang berukuran lebih kecil.
Fungsinya
untuk memperkuat lapisan ballast, meredam getaran saat rangkaian KA lewat, dan
sekaligus menahan resapan air dari lapisan blanket dan subgrade di bawahnya
agar tidak merembes ke lapisan ballast.
Ketebalan
lapisan ballast minimal 150 mm hingga 500 mm, karena jika kurang dari 150 mm
menyebabkan mesin pecok ballast (Plasser
and Theurer Tamping Machine) justru akan menyentuh formation layer yang
berupa tanah, sehingga bercampurlah ballast dengan tanah, yang akan mengurangi
elastisitas ballast dalam menahan trek rel dan mengurangi kemampuan
drainasenya.Secara periodik, dilakukan perawatan terhadap lapisan ballast
dengan dibersihkan dari lumpur dan debu yang mengotorinya, dipecok, atau bahkan
diganti dengan yang baru. Untuk itu, dilakukan perawatan dengan mesin khusus
yang diproduksi oleh Plasser and Theurer
Austria. Di Indonesia ada mesin pemecok ballast (Ballast Tamping Machine) untuk mengembalikan ballast yang telah
bergeser ke tempatnya semula, sekaligus merapatkan lapisan ballast di bawah
bantalan agar bantalan tidak bersinggungan langsung dengan tanah.
Intinya lapisan ballast harus (1)
rapat, (2) bersih tidak bercampur tanah dan lumpur, (3) harus ada di bawah
bantalan (karena kalau bantalan langsung bersinggungan dengan tanah, akan
mengurangi kestabilan jalan rel KA), dan juga (4) elastis (elastis bukan dalam
arti material ballastnya yang elastis, tetapi formasi/susunannya yang tidak
kaku, dapat bergerak-gerak sedikit) sehingga dapat “mencengkeram” bantalan rel
saat rangkaian KA lewat.
II. Komponen Penyusun Rel Kereta Api
Setelah
lapisan landasan sebagai pondasi jalan rel KA selesai dibangun, tahap
berikutnya adalah membangun trek rel KA. Perlu diketahui bahwa pada setiap
komponen mempengaruhi kualitas rel KA itu sendiri. Gambar di bawah ini adalah
skema konstruksi jalan rel KA beserta komponen-komponennya.
1. BATANGAN BESI
BAJA
Batang
rel terbuat dari besi ataupun baja bertekanan tinggi, dan juga mengandung
karbon, mangan, dan silikon. Batang rel khusus dibuat agar dapat menahan beban
berat (axle load) dari rangkaian KA
yang berjalan di atasnya. Inilah komponen yang pertama kalinya menerima
transfer berat (axle load) dari
rangkaian KA yang lewat. Tiap potongan (segmen)
batang rel memiliki panjang 20-25 m untuk rel modern, sedangkan untuk rel jadul
panjangnya hanya 5-15 m tiap segmen. Batang rel dibedakan menjadi beberapa tipe
berdasarkan berat batangan per meter panjangnya.
Di
Indonesia dikenal 4 macam batang rel, yakni R25, R33, R42, dan R54. Misalkan,
R25 berarti batang rel ini memiliki berat rata-rata 25 kilogram/meter. Makin
besar “R”, makin tebal pula batang rel tersebut.Berikut ini daftar rel yang digunakan
di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar:
A. Rel 25 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya
adalah 25 (kg).
B. Rel 33 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 33 (kg).
C. Rel 41 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 41 (kg).
D. Rel 42 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 42 (kg).
E. Rel 50 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 50 (kg).
F. Rel 54 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 54 (kg).
G. Rel 60 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 60 (kg).
Perbedaan
tipe batang rel mempengaruhi beberapa hal, antara lain (1) besar tekanan
maksimum (axle load) yang sanggup
diterima rel saat KA melintas, dan (2) kecepatan laju KA yang diijinkan saat
melewati rel. Semakin besar “R”, maka makin besar axle load yang sanggup
diterima oleh rel tersebut, dan KA yang melintas di atasnya dapat melaju pada
kecepatan yang tinggi dengan stabil dan aman.
Tipe rel paling besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC
R54) yang digunakan untuk jalur KA yang lalu lintasnya padat, seperti lintas
Jabodetabek dan lintas Trans Jawa. Tak ketinggalan lintas angkutan batubara di
Sumsel-Lampung yang memiliki axle load
paling tinggi di Indonesia.
2. BANTALAN REL
Bantalan
rel (sleepers) dipasang sebagai
landasan dimana batang rel diletakkan dan ditambatkan. Berfungsi untuk (1)
meletakkan dan menambat batang rel, (2) menjaga kelebaran trek (track gauge, adalah ukuran lebar trek
rel. Indonesia memiliki track gauge
1067 mm) agar selalu konstan, dengan kata lain agar batang rel tidak meregang
atau menyempit, (3) menumpu batang rel agar tidak melengkung ke bawah saat
dilewati rangkaian KA, sekaligus (4) mentransfer axle load yang diterima dari batang rel dan plat landas untuk
disebarkan ke lapisan batu ballast di bawahnya.
Oleh
karena itu bantalan harus cukup kuat untuk menahan batang rel agar tidak
bergesar, sekaligus kuat untuk menahan beban rangkaian KA. Bantalan dipasang
melintang dari posisi rel pada jarak antarbantalan maksimal 60 cm. Ada tiga
jenis bantalan, yakni :
(1) Bantalan Kayu (Timber Sleepers),
terbuat dari batang kayu asli maupun kayu campuran, yang dilapisi dengan
creosote (minyak pelapis kayu) agar lebih awet dan tahan jamur.
(2) Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers),
merupakan bantalan generasi kedua, lebih awet dari kayu. Bantalan besi tidak
dipasang pada trek yang ter-eletrifikasi maupun pada trek yang menggunakan
persinyalan elektrik.
(3) Bantalan Beton Bertulang (Concrete
Sleepers), merupakan bantalan modern saat ini, dan paling banyak digunakan
karena lebih kuat, awet, murah, dan mampu menahan beban lebih besar daripada
dua bantalan lainnya.
3. PLAT LANDAS
Pada
bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan dipasangi Tie
Plate (plat landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat diletakkannya
batang rel sekaligus sebagai lubang tempat dipasangnya Penambat (Spike). Sedangkan pada bantalan beton,
dipasangi Rubber Pad, sama seperti Tie Plate, tapi berbahan plastik atau karet
dan fungsinya hanya sebagai landasan rel, sedangkan lubang/tempat dipasangnya
penambat umumnya terpisah dari rubber pad karena telah melekat pada beton.
Fungsi
plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang
penambat, juga untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena
tindihan batang rel, dan sekaligus untuk mentransfer axle load yang diterima
dari rel di atasnya ke bantalan yang ada tepat dibawahnya.
4.
PENAMBAT REL
Fungsinya
untuk menambat/mengaitkan batang rel dengan bantalan yang menjadi tumpuan
batang rel tersebut, agar (1) batang rel tetap menyatu pada bantalannya, dan
(2) menjaga kelebaran trek (track gauge). Jenis penambat yang digunakan
bergantung kepada jenis bantalan dan tipe batang rel yang digunakan. Ada dua
jenis penambat rel, yakni Penambat Kaku dan Penambat elastis.
Penambat kaku misalnya paku rel, mur, baut, sekrup, atau menggunakan tarpon
yang dipasang menggunakan pelat landas. Umumnya penambat kaku ini digunakan
pada jalur kereta api tua. Karakteristik dari penambat kaku adalah selalu
dipasang pada bantalan kayu atau bantalan besi. Penambat kaku kini sudah tidak
layak digunakan untuk jalan rel dengan frekuensi dan axle load yang tinggi.
Namun demikian tetap diperlukan sebagai penambat rel pada bantalan kayu yang
dipasang pada jalur wesel, jembatan, dan terowongan.
Penambat elastis dibuat untuk menghasilkan jalan rel KA yang
berkualitas tinggi, yangbiasanya digunakan pada jalan rel KA yang memiliki
frekuensi dan axle load yang tinggi.Karena sifatnya yang elastis sehingga mampu
mengabsorbsi getaran pada rel saat rangkaian KA melintas, oleh karena itu
perjalan KA menjadi lebih nyaman dan dapat mengurangi resiko kerusakan pada rel
maupun bantalannya.
Selain
itu penambat elastis juga dipakai pada rel yang disambungan dengan las termit
(istilahnya Continuous Welded Rails,
karena sambungan rel dilas sehingga tidak punya celah pemuaian) karena
kemampuannya untuk menahan batang rel agar tidak bergerak secara horizontal
saat pemuaian. Penambat elastis inilah yang sekarang banyak digunakan, terutama
pada bantalan beton, meskipun ada juga yang digunakan pada bantalan kayu dan
bantalan besi.
5. Berbagai macam penambat elastis, antara
lain:
A.Penambat
Pandrol E-Clip produksi Pandrol Inggris
B.
Penambat Pandrol Fastclip produksi Pandrol Inggris
C.
Penambat Kupu-kupu produksi Vossloh
D.
Penambat DE-Clip produksi PT. Pindad Bandung
F.
Penambat KA Clip produksi PT. Pindad Bandung.
Yang digunakan di Indonesia adalah E-Clip, DE-Clip, dan KA Clip.
6. Perbandingan umur bantalan rel KA yang dipergunakan dalam
keadaan normal dapat ditaksir sebagai berikut :
A. Bantalan kayu yang tidak diawetkan: 3-15 tahun.
B. Bantalan kayu yang diawetkan: 25-40 tahun.
C. Bantalan besi baja: sekitar 45 tahun.
D. Bantalan beton: diperkirakan 60 tahun.
Demikian sekilas dari saya, semoga ada manfaatnya...
PENDAHULUAN
Kereta api berjalan dengan roda besi, sehingga membutuhkan jalan khusus agar dapat berjalan dengan baik. Untuk itulah dibuat jalan rel KA dengan permukaan baja, sehingga roda baja KA beradu dengan jalan rel dari baja. Jalan baja ini memiliki karakteristik dan syarat-syarat khusus yang berbeda dengan jalan aspal, sehingga konstruksinya lebih rumit dan melibatkan banyak komponen. Jalan rel KA harus dibangun dengan kokoh, karena setiap rangkaian KA yang lewat memiliki beban yang berat, apalagi setiap harinya akan dilalui berulang kali oleh beberapa rangkaian KA. Oleh karena itu, konstruksi rel KA dibuat sebaik mungkin agar mampu menahan beban berat atau istilahnya beban ganda (Axle Load) dari rangkaian KA yang berjalan di atasnya, sehingga jalan baja ini dapat bertahan dalam waktu yang lama dan memungkinkan rangkaian KA dapat berjalan dengan cepat, aman dan nyaman.
Merujuk pada bagan di atas, pada dasarnya konstruksi jalan rel KA terdiri atas 2 bagian. Bagian bawah adalah Track Foundation atau Lapisan Landasan/Pondasi, dan bagian atas adalah Rail Track Structure atau Struktur Trek Rel.Prinsipnya, jalan rel KA harus dapat mentransfer tekanan yang diterimanya dengan baik yang berupa beban berat (axle load) dari rangkaian KA melintas. Dalam arti, jalan rel KA harus tetap kokoh ketika dilewati rangkaian KA, sehingga rangkaian KA dapat melintas dengan cepat, aman, dan nyaman. Roda-roda KA yang melintas akan memberikan tekanan berupa beban berat (axle load) ke permukaan trek rel. Oleh batang rel (rails) tekanan tersebut diteruskan ke bantalan (sleepers) yang ada dibawahnya. Lalu, dari bantalan akan diteruskan ke lapisan ballast dan sub-ballast di sekitarnya. Oleh lapisan ballast, tekanan dari bantalan ini akan disebar ke seluruh permukaan tanah disekitarnya, untuk mencegah amblesnya trek rel.
KONSTRUKSI JALAN REL KERETA API
Prinsipnya, lapisan landasan (track foundation) ini dibuat untuk menjaga kestabilan trek rel saat rangkaian KA lewat. Sehingga trek rel tetap berada pada tempatnya, tidak bergoyang-goyang, tidak ambles ke dalam tanah, serta kuat menahan beban rangkaian KA yang lewat. Selain itu, lapisan landasan juga berfungsi untuk mentransfer beban berat (axle load) dari rangkaian KA untuk disebar ke permukaan bumi (pada gambar di atas adalah Subsoil/Natural Ground).
Lapisan landasan merupakan lapisan yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum membangun trek rel, sehingga posisinya berada di bawah trek rel dan berfungsi sebagai pondasi. Sebagaimana struktur pondasi pada suatu bangunan, lapisan landasan juga tersusun atas lapisan-lapisan material tanah dan bebatuan, diantarany:
1. Formation Layer
2. Sub-Ballast Dan Ballast
Fungsi lapisan ballast adalah:
1. untuk meredam getaran trek rel saat rangkaian KA melintas,
2. menyebarkan axle load dari trek rel ke lapisan landasan di bawahnya,
3. sehingga trek rel tidak ambles,
4. menjaga trek rel agar tetap berada di tempatnya,
5. sebagai lapisan yang mudah direlokasi untuk menyesuaikan dan meratakan ketinggian trek rel (Levelling),
6. memperlancar proses drainase air hujan,
7. mencegah tumbuhnya rumput yang dapat mengganggu drainase air hujan.
Ballast yang ditabur biasanya adalah batu kricak (bebatuan yang dihancurkan menjadi ukuran yang kecil) dengan diameter sekitar 28-50 mm dengan sudut yang tajam (bentuknya tidak bulat). Ukuran partikel ballast yang terlalu kecil akan mengurangi kemampuan drainase, dan ukuran yang terlalu besar akan mengurangi kemampuannya dalam mentransfer axle load saat rangkaian KA melintas. Dipilih yang sudutnya tajam untuk mencegah timbulnya rongga-rongga di dalam taburan ballast, sehingga lapisan ballast tersebut susunannya menjadi lebih rapat.
Pertama saat sebelum perakitan trek rel, yakni ditaburkan diatas formation layer dan menjadi track bed atau “kasur” bagi bantalan rel, agar bantalan tidak bersentuhan langsung dengan lapisan tanah. Karena jika bantalan langsung bersentuhan dengan tanah (formation layer) bisa-bisa bantalan tersebut akan ambles, karena axle load yang diterima bantalan langsung menekan frontal ke bawah karena ketiadaan ballast untuk menyebarkan axle load.
Kedua ketika trek rel selesai dirakit, untuk menambah ketinggian lapisan ballast hingga setinggi bantalan, mengisi rongga-rongga antarbantalan, dan di sekitar bantalan itu sendiri. Ballast juga ditabur disisi samping bantalan hingga jarak minimal 50cm dengan kemiringan (slope) tertentu sehingga membentuk “bahu” ballast yang berfungsi menahan gerakan lateral dari trek rel.Pada kasus tertentu, sebelum ballast, ditaburkan terlebih dahulu lapisan sub-ballast, yang berupa batu kricak yang berukuran lebih kecil.
Fungsinya untuk memperkuat lapisan ballast, meredam getaran saat rangkaian KA lewat, dan sekaligus menahan resapan air dari lapisan blanket dan subgrade di bawahnya agar tidak merembes ke lapisan ballast.
Ketebalan lapisan ballast minimal 150 mm hingga 500 mm, karena jika kurang dari 150 mm menyebabkan mesin pecok ballast (Plasser and Theurer Tamping Machine) justru akan menyentuh formation layer yang berupa tanah, sehingga bercampurlah ballast dengan tanah, yang akan mengurangi elastisitas ballast dalam menahan trek rel dan mengurangi kemampuan drainasenya.Secara periodik, dilakukan perawatan terhadap lapisan ballast dengan dibersihkan dari lumpur dan debu yang mengotorinya, dipecok, atau bahkan diganti dengan yang baru. Untuk itu, dilakukan perawatan dengan mesin khusus yang diproduksi oleh Plasser and Theurer Austria. Di Indonesia ada mesin pemecok ballast (Ballast Tamping Machine) untuk mengembalikan ballast yang telah bergeser ke tempatnya semula, sekaligus merapatkan lapisan ballast di bawah bantalan agar bantalan tidak bersinggungan langsung dengan tanah.
Intinya lapisan ballast harus (1) rapat, (2) bersih tidak bercampur tanah dan lumpur, (3) harus ada di bawah bantalan (karena kalau bantalan langsung bersinggungan dengan tanah, akan mengurangi kestabilan jalan rel KA), dan juga (4) elastis (elastis bukan dalam arti material ballastnya yang elastis, tetapi formasi/susunannya yang tidak kaku, dapat bergerak-gerak sedikit) sehingga dapat “mencengkeram” bantalan rel saat rangkaian KA lewat.
II. Komponen Penyusun Rel Kereta Api
Setelah lapisan landasan sebagai pondasi jalan rel KA selesai dibangun, tahap berikutnya adalah membangun trek rel KA. Perlu diketahui bahwa pada setiap komponen mempengaruhi kualitas rel KA itu sendiri. Gambar di bawah ini adalah skema konstruksi jalan rel KA beserta komponen-komponennya.
1. BATANGAN BESI BAJA
Batang rel terbuat dari besi ataupun baja bertekanan tinggi, dan juga mengandung karbon, mangan, dan silikon. Batang rel khusus dibuat agar dapat menahan beban berat (axle load) dari rangkaian KA yang berjalan di atasnya. Inilah komponen yang pertama kalinya menerima transfer berat (axle load) dari rangkaian KA yang lewat. Tiap potongan (segmen) batang rel memiliki panjang 20-25 m untuk rel modern, sedangkan untuk rel jadul panjangnya hanya 5-15 m tiap segmen. Batang rel dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan berat batangan per meter panjangnya.
Di Indonesia dikenal 4 macam batang rel, yakni R25, R33, R42, dan R54. Misalkan, R25 berarti batang rel ini memiliki berat rata-rata 25 kilogram/meter. Makin besar “R”, makin tebal pula batang rel tersebut.Berikut ini daftar rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar:
A. Rel 25 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 25 (kg).
B. Rel 33 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 33 (kg).
C. Rel 41 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 41 (kg).
D. Rel 42 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 42 (kg).
E. Rel 50 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 50 (kg).
F. Rel 54 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 54 (kg).
G. Rel 60 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 60 (kg).
Perbedaan tipe batang rel mempengaruhi beberapa hal, antara lain (1) besar tekanan maksimum (axle load) yang sanggup diterima rel saat KA melintas, dan (2) kecepatan laju KA yang diijinkan saat melewati rel. Semakin besar “R”, maka makin besar axle load yang sanggup diterima oleh rel tersebut, dan KA yang melintas di atasnya dapat melaju pada kecepatan yang tinggi dengan stabil dan aman.
Tipe rel paling besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC R54) yang digunakan untuk jalur KA yang lalu lintasnya padat, seperti lintas Jabodetabek dan lintas Trans Jawa. Tak ketinggalan lintas angkutan batubara di Sumsel-Lampung yang memiliki axle load paling tinggi di Indonesia.
2. BANTALAN REL
Bantalan rel (sleepers) dipasang sebagai landasan dimana batang rel diletakkan dan ditambatkan. Berfungsi untuk (1) meletakkan dan menambat batang rel, (2) menjaga kelebaran trek (track gauge, adalah ukuran lebar trek rel. Indonesia memiliki track gauge 1067 mm) agar selalu konstan, dengan kata lain agar batang rel tidak meregang atau menyempit, (3) menumpu batang rel agar tidak melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian KA, sekaligus (4) mentransfer axle load yang diterima dari batang rel dan plat landas untuk disebarkan ke lapisan batu ballast di bawahnya.
Oleh karena itu bantalan harus cukup kuat untuk menahan batang rel agar tidak bergesar, sekaligus kuat untuk menahan beban rangkaian KA. Bantalan dipasang melintang dari posisi rel pada jarak antarbantalan maksimal 60 cm. Ada tiga jenis bantalan, yakni :
(1) Bantalan Kayu (Timber Sleepers), terbuat dari batang kayu asli maupun kayu campuran, yang dilapisi dengan creosote (minyak pelapis kayu) agar lebih awet dan tahan jamur.
(2) Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers), merupakan bantalan generasi kedua, lebih awet dari kayu. Bantalan besi tidak dipasang pada trek yang ter-eletrifikasi maupun pada trek yang menggunakan persinyalan elektrik.
(3) Bantalan Beton Bertulang (Concrete Sleepers), merupakan bantalan modern saat ini, dan paling banyak digunakan karena lebih kuat, awet, murah, dan mampu menahan beban lebih besar daripada dua bantalan lainnya.
Pada bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan dipasangi Tie Plate (plat landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat diletakkannya batang rel sekaligus sebagai lubang tempat dipasangnya Penambat (Spike). Sedangkan pada bantalan beton, dipasangi Rubber Pad, sama seperti Tie Plate, tapi berbahan plastik atau karet dan fungsinya hanya sebagai landasan rel, sedangkan lubang/tempat dipasangnya penambat umumnya terpisah dari rubber pad karena telah melekat pada beton.
Fungsi plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang penambat, juga untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena tindihan batang rel, dan sekaligus untuk mentransfer axle load yang diterima dari rel di atasnya ke bantalan yang ada tepat dibawahnya.
Fungsinya untuk menambat/mengaitkan batang rel dengan bantalan yang menjadi tumpuan batang rel tersebut, agar (1) batang rel tetap menyatu pada bantalannya, dan (2) menjaga kelebaran trek (track gauge). Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan dan tipe batang rel yang digunakan. Ada dua jenis penambat rel, yakni Penambat Kaku dan Penambat elastis.
Penambat kaku misalnya paku rel, mur, baut, sekrup, atau menggunakan tarpon yang dipasang menggunakan pelat landas. Umumnya penambat kaku ini digunakan pada jalur kereta api tua. Karakteristik dari penambat kaku adalah selalu dipasang pada bantalan kayu atau bantalan besi. Penambat kaku kini sudah tidak layak digunakan untuk jalan rel dengan frekuensi dan axle load yang tinggi. Namun demikian tetap diperlukan sebagai penambat rel pada bantalan kayu yang dipasang pada jalur wesel, jembatan, dan terowongan.
Penambat elastis dibuat untuk menghasilkan jalan rel KA yang berkualitas tinggi, yangbiasanya digunakan pada jalan rel KA yang memiliki frekuensi dan axle load yang tinggi.Karena sifatnya yang elastis sehingga mampu mengabsorbsi getaran pada rel saat rangkaian KA melintas, oleh karena itu perjalan KA menjadi lebih nyaman dan dapat mengurangi resiko kerusakan pada rel maupun bantalannya.
A.Penambat Pandrol E-Clip produksi Pandrol Inggris
B. Penambat Pandrol Fastclip produksi Pandrol Inggris
C. Penambat Kupu-kupu produksi Vossloh
D. Penambat DE-Clip produksi PT. Pindad Bandung
F. Penambat KA Clip produksi PT. Pindad Bandung.
Yang digunakan di Indonesia adalah E-Clip, DE-Clip, dan KA Clip.
A. Bantalan kayu yang tidak diawetkan: 3-15 tahun.
B. Bantalan kayu yang diawetkan: 25-40 tahun.
C. Bantalan besi baja: sekitar 45 tahun.
D. Bantalan beton: diperkirakan 60 tahun.
No comments:
Post a Comment