Wednesday, September 24, 2014

Baja Jembatan (Steel Bridge)




 
DASAR TEORI


            Jembatan adalah suatu konstruksi yang berguna untuk menghubungkan jalan yang terhalang oleh suatu rintangan baik berupa sungai, rawa-rawa dan jurang.
Perhitungan konstruksi jembatan harus didukung oleh teori-teori, rumus-rumus dan peraturan-peraturan dalam perencanaan. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai peraturan-peraturan standard jembatan di Indonesia dan rumus-rumus untuk perencanaan jembatan rangka baja Teupin Lapeng, Kecamatan Baktiya Barat, Kabupaten Aceh Utara.


2.1     Standard  Jembatan
            Merencanakan suatu jembatan, baik ditinjau dari volume lalu lintas maupun berat lalu lintas yang melewati jembatan tersebut, maka pihak Direktorat Jenderal Bina Marga menggolongkan jembatan atas tiga kelas, yaitu :
1.  Jembatan kelas A, lebar lantai jembatan 7,00 meter dan 2 x 1,00 meter sebagai trotoar dengan beban 100 % dari loading Sistem Bina Marga.
2.  Jembatan kelas B, lebar lantai jembatan 6,00 meter dan 2 x 0,50 meter sebagai trotoar dengan beban 70 % dari loading Sistem Bina Marga.
3.  Jembatan kelas C, lebar lantai jembatan 4,50 meter dan 2 x 0,25 meter sebagai trotoar dengan beban 50 % dari loading Sistem Bina Marga.
            Berdasarkan klasifikasi diatas, maka  jembatan yang penulis rencanakan  termasuk ke dalam jembatan kelas A, dengan lebar lantai kendaraan 7 meter, lebar trotoar 1,00  meter. Pembebanan diambil 100 % dari Loading Sistem Bina Marga.

2.2.    Pembebanan
            Berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR SKBI-1.3.28-1987), beban-beban yang bekerja pada sebuah konstruksi jembatan adalah beban primer, beban sekunder dan beban khusus.
2.2.1    Beban primer
            Berdasarkan PPPJJR SKBI-1.3.28-1987, yang dimaksud dengan beban primer adalah beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Beban itu meliputi :
a.      Beban mati
         Beban mati adalah beban yang diakibatkan oleh berat sendiri dari konstruksi dan segala unsur tambahan yang dianggap satu kesatuan tetap dengannya. Berdasarkan Struyk dan Van Der Veen (1990), berat sendiri konstruksi dapat dihitung dengan menggunakan rumus empiris, yaitu :

         G = (20 + 3L) kg/m2  ........................................................................... (2.1)    
         
Keterangan :
         G = Berat sendiri gelagar utama (kg/m2)
         L = Panjang bentang jembatan (m)

         Gaya–gaya batang pada gelagar utama akibat berat sendiri dihitung dengan menggunakan metode Cremona. Dasar perhitungan ini merupakan segi banyak tertutup. Seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini :
+S5
 
-S1
 
-S5
 
7
 
D
 
C
 

4
 
+S6
 
-S1
 
6
 
5
 
3
 
RA
 
RA
 

E
 
-S2
 
2
 
1
 
B
 
A
 

P
 
(A)
 
RB
 
RA
 
-S2
 
RB
 

-S3
 
+S7
 
-S3
 
+S7
 
-S3
 
+S6
 
-S1
 
RB
 

-S2
 
+S4
 
+S4
 

(B)
 
(C)
 
(D)
 



Gambar 2.1 Diagram Cremona gaya batang
Sumber    : Mekanika Teknik I, Oleh Heinz Frick (1993)
 



          Untuk perhitungan gaya batang digunakan skala gambar dan untuk penentuan arah gaya dengan cara perjanjian tanda sebagai berikut :

1.      Batang disebut tekan (-), apabila arah gaya menuju titik sambung.
2.      Batang disebut tarik (+), apabila arah gaya meninggalkan titik sambung.
b.      Beban hidup
         Berdasarkan PPPJJR SKBI-1.3.28-1987, beban hidup yaitu semua beban yang berasal dari kendaraan yang bergerak/lalu lintas dan penjalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan.
Beban hidup pada jembatan terdiri dari beban “T” yang merupakan  beban terpusat untuk lantai kendaraan dan beban “D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar. Beban “D” atau beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari beban terbagi rata sebesar “q” ton/meter sepanjang jalur dan beban garis “P” sebesar 12 ton per jalur lalu lintas tersebut.
Besarnya beban terbagi rata “q” dengan bentang 30< L < 60 meter adalah :
         q = 2,2 t/m1 -  (L-30) t/m ............................................................. (2.2)
Beban hidup permeter lebar jembatan ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
         q = ...................................................................................  (2.3)
         P  = .......................................................................................  (2.4)
Keterangan :
         q = Beban terbagi rata (t/m1)
         P = Beban garis (ton)
         L = Panjang bentang jembatan (m)
         Besarnya gaya batang akibat beban hidup dihitung dengan menggunakan metode garis pengaruh. Metode garis pengaruh adalah suatu cara untuk menghitung gaya batang dengan beban P = 1 ton bekerja disepanjang jembatan, proses kerja garis pengaruh diperlihatkan pada gambar 2.2 berikut ini :








Text Box: Gambar (2.2)   Diagram Garis Pengaruh
Sumber  : Mekanika Teknik 2, oleh Heinz Frick










            Garis pengaruh batang S1 diperoleh dengan cara meletakkan beban P = 1 ton dititik D dengan memotong batang S1, S2 dan S3 diperoleh :

MD = 0
RA  x (L – x1) + S1 x H = 0                                  RA =
sehingga diperoleh :
  ( - ) ............................................................................ (2.5a)
Batang S1 digambarkan dibawah titik D sebagai ordinat garis pengaruh (Y1). Garis pengaruh S1 diperlihatkan pada gambar (2.2). Ordinat garis pengaruh batang S2 diperoleh dengan cara yang sama, yaitu dengan cara meletakkan beban P = 1 ton dititik E, sehingga diperoleh :
S2 = .............................................................................  (2.5b)
Beban P = 1 ton dianggap bekerja pada titik buhul bawah, mengakibatkan garis pengaruh batang S2 terjadi pemotongan seperti diperlihatkan pada gambar 2.2 garis pengaruh batang S3 diperoleh dengan cara memotong batang–batang S1, S2, S3, tetapi beban P = 1 ton diletakkan dititik C dan D, maka beban dititik C dan D diperoleh :
            KV = 0
            RA – P + S3 Sin a = 0, P =1 ton
S3C = ....................................................................................... (2.5c)
            KV = 0
            RA  - S3 Sin a = 0
SaD = ........................................................................................ (2.5d)
Garis pengaruh batang S3 diperlihatkan pada gambar 2.2 Diagram garis pengaruh.

c.      Beban kejut

         Untuk menghitung pengaruh-pengaruh getaran dan pengaruh dinamis lainnya, beban-beban yang timbul akibat beban garis “P” harus dikalikan dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum, sedangkan beban merata “q” tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Berdasarkan PPPJJR SKBI 1.3.28 - 1987, koefisien kejut diperhitungkan dengan rumus :
         K = .................................................................................... (2.6)
Keterangan :
         K = Koefisien kejut
         L = Panjang bentang Jembatan (m)



2.2.2 Beban Sekunder
         Beban sekunder adalah beban sementara, yang dipengaruhi oleh beban angin, pengaruh suhu dan gaya rem meliputi :
a.      Beban angin
         Berdasarkan PPPJJR SKBI 1.3.28 – 1987, tekanan angin diperhitungkan 150 kg/m2 yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Bagian–bagian sisi jembatan yang terkena angin untuk jembatan rangka diambil 30 % luas bidang sisi jembatan dan ditambah 15 % luas sisi lainnya.
Perencanaan sebuah jembatan tekanan angin diperhitungkan bekerja pada tiga tempat, yaitu :
1.      Tekanan angin pada lantai kendaraan(Wr).
2.      Tekanan angin pada kendaraan (Wm), yang diperhitungkan bekerja setinggi 2 meter dari lantai kendaraan.
3.      Tekanan angin pada konstruksi jembatan (Wbr).
         Akibat dari gaya–gaya angin tersebut, maka akan menimbulkan gaya vertikal yang berpengaruh terhadap bertambah besarnya gaya–gaya batang untuk perencanaan suatu konstruksi jembatan. Gaya angin yang bekerja pada konstruksi jembatan, diperlihatkan pada gambar (2.3) dibawah ini :









Gambar 2.3 Gaya angin yang bekerja di bagian jembatan
Sumber  :  Jembatan, oleh Struyk dan Van Der Veen






 











         Berdasarkan Struyk dan Van Der Veen, besarnya gaya reaksi yang timbul pada bagian tumpuan rangka jembatan dapat dihitung dengan persamaan statis momen, yaitu :
         K    = ............................................. (2.7)

Keterangan :
         K      = Gaya reaksi yang timbul pada bagian tumpuan reaksi jembatan (kg)
         Wbr  = Tekanan angin pada rangka jembatan (kg)
         Wm  = Tekanan angin pada kendaraan (kg)
         Wr    = Tekanan angin pada lantai kendaraan (kg)
hbr, hm, hr = Jarak masing – masing tekanan angin terhadap tumpuan rangka jembatan (m)
Besarnya gaya-gaya batang gelagar utama akibat tekanan angin diperoleh dengan cara mengalikan faktor perbandingan reaksi tumpuan akibat tekanan angin dengan reaksi tumpuan akibat berat sendiri.

         F = ............................................. (2.8)

b.      Gaya akibat pengaruh suhu
         Berdasarkan PPPJJR SKBI-1.3.28-1987, besarnya tegangan akibat pengaruh suhu untuk konstrusi baja diperhitungkan apabila terjadi perbedaan suhu ± 15 0C.
c.      Gaya rem
         Berdasarkan PPPJJR SKBI 1.3.28-1987, gaya rem dianggap bekerja horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 meter diatas permukaan lantai kendaraan. Besarnya gaya ini diperhitungkan 5 % dari beban “D” tanpa koefisien kejut.
2.2.3 Beban khusus
         Beban khusus adalah beban yang tidak langsung membebani jembatan tetapi hanya mempengaruhi bagian–bagian tertentu pada konstruksi jembatan.
         Beban khusus ini terdiri dari gaya tumbukan, gaya sentrifugal, dan gaya-gaya lain. Dalam perhitungan ini beban khusus tidak ditinjau, karena perencanaan hanya dibatasi pada bagian rangka utama jembatan saja.

2.3    Rumus-rumus perencanaan
         Untuk merencanakan rangka baja sebuah jembatan, diperlukan beberapa rumus yang mendukung dalam perencanaan. Rumus-rumus yang digunakan dalam perencanaan akan dijelaskan pada sub bab dibawah ini.
2.3.1 Sandaran (railing)
         Menurut Potma dan De Vries, sandaran akan menimbulkan momen akibat berat sendiri dan beban hidup.
Momen  yang timbul pada sandaran adalah:
         Mn = Ǿb x Mn   >  Mu   ……………………………………….….. (  2.9 )

Keterangan :
         Mn       =  Momen desain (kNm)
         Ǿb       =  Faktor reduksi
         Mu       =  Momen maksimum yang bekerja (kNm)

2.3.2 Gelagar melintang
         Beban yang bekerja pada gelagar melintang terdiri dari berat sendiri, berat lantai beban hidup, beban angin dan beban rem.

2.3.3 Gelagar utama
         Gaya yang bekerja pada gelagar utama jembatan rangka baja adalah gaya tekan dan gaya tarik.


Jenis-jenis tumpuan berdasarkan gambar diatas adalah :
            1. 1k = L   untuk tumpuan sendi-sendi
            2. 1k = 2 L  untuk tumpuan jepit-bebas
            3. 1k = 0,5 L untuk tumpuan jepit-jepit
            4. 1k = 0,7 L   untuk tumpuan jepit-sendi

      Berdasarkan Potma dan De Vries (1984), untuk menentukan beban yang diterima profil tergantung pada faktor keamanan (n), dalam perencanaan ini faktor keamanan diambil 3,5. Sebelum dipilih nomor profil harus terlebih dahulu di hitung I pendekatan atau momen kelembanan dimana I profil harus lebih besar dari I pendekatan. Adapun besarnya momen kelembanan dihitung dengan mempergunakan persamaan :
       Ag min  = ................................................................................ (2. 10 ) 
Keterangan :
               I min      = Momen kelembaman   (cm4)
               Nu = Ǿ = Faktor keamanan 
                       
            Rumus Euler ini berlaku apabila 100 < l < 200, dimana angka kelangsingannya adalah  :
            r min      >..................................................................................... (2. 11)
Keterangan :
                   Imin      =  Jari-jari kelembaman profil  (cm)
l                =  Angka kelangsingan

Apabila 0 < l < 60, maka digunakan persamaan Tetmayer, yaitu :
sd  =  3100 – 11,4 l ...................................................................... (2.12a)


Apabila 60 < l < 100, maka digunakan persamaan  Rein, yaitu :
               sd  = 2890 – 8,18 l .................................................................... (2.12b)
Profil yang akan dipakai dapat dikontrol dengan menggunakan persamaan :
               P = F tot x sd ............................................................................... ( 2.13 )
Keterangan :         
               F tot   =  Luas  penampang profil  (cm)2
               P       =  Daya muat profil  (kg)
               sd    =  Tegangan desak profil (kg/cm)2

b. Batang tarik
Kuat tarik rencana  (f Nn) ditentukan oleh kondisi batas yang mungkin dialami oleh batang tarik dengan mengambil kondisi terkecil diantara kondisi leleh dan kondisi fraktur :
·             Kondisi leleh :
               f Nn = 0,90 Ag Fy ................................................................... (2.14)
·             Kondisi fraktur :
               f Nn = 0,75 Ag Fu ................................................................... (2.15)
Keterangan :
Ag   =  Luas tampang kotor (mm2)
Ae   =  Luas bersih efektif penampang (mm2)
Fy   = tegangan leleh nominal baja profil yang digunakan dalam desain (MPa)
Fu   =  tegangan (batas) tarik yang digunakan dalam desain (MPa)

b. Batang tekan
            Batang  yang  memikul gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor, Nu harus direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terprnuhi hubungan :
            Nu < f Nn       ……………………………………………….……(2.16)
Dimana :
f                    = factor reduksi kuat tekan , diambil 0,85
Nu       = kuat tekan nominal terkecil yang ditentukan diantara kondisi batas tekuk lentur dan tekuk torsi.
·             Tekuk lentur
        Kuat tekan nominal kolom dihitung sebagai barikut :
        Nn       = Ag Fcr           = Ag   ………………………….…….(2.17)
Dimana :
        Ag       = penampang bruto
        Fcr           = tegangan kritis penampang =
        Fy        = tegangan leleh penampang (MPa)
        w         = direncanakan menurut batas yang diperhitungkan
        Leleh umum                λc < 0,25             maka  w = 1,0 ……………..(2.18)
        Tekuk inelastic            0,25 < λc <  1,2   maka  w = ...…(2.19)
        Tekuk elastic               λc >  1,2               maka  w =1,25 λc2 …......…(2.20)
            Batas yang diperhitungkan λc =  ………………………….(2.21)
·             TekukTorsi
        Kuat tekan nominal yang mengalami tekuk torsi dihitung sebagai berikut :
        Nnlt = Ag . Fclt .......................................................................................(2.22)

2.3.4    Ikatan Angin
            Perhitungan ikatan angin terdiri dari ikatan angin atas (Ka) dan ikatan angin bawah (Kb). Berdasarkan  PPJJR beban angin diambil 150 kg/cm2.                     Gaya-gaya yang mempengaruhi ikatan angin atas dan ikatan angin bawah diperlihatkan pada gambar  G.2.5 di bawah ini :










Gambar 2.5 Tekanan angin yang bekerja pada jembatan
Sumber  :   Jembatan, oleh Struyk dan Van  Der  Veen
 
 










            Besarnya ikatan angin yang bekerja pada jembatan adalah :

a.      Ikatan  angin  atas
         Ka =.......................................... (2.15)
b.      Ikatan angin bawah
         Kb = ( Wbr + Wm + Wr) – Ka............................................................. (2.16)
Keterangan :
         Ka       = Gaya reaksi tumpuan  ikatan angin atas  (kg)
         Kb       = Gaya reaksi tumpuan ikatan angin bawah (kg)
         Wbr     =  Tekanan angin pada rangka jembatan (kg)
         Wm     = Tekanan angin pada kenderaan (kg)
         Wr       = Tekanan angin pada lantai kendaraan (kg)
         hbr    = Jarak tekanan angin rangka terhadap tumpuan rangka jembatan (m)
         hm    = Jarak tekanan angin pada kendaraan terhadap tumpuan rangka jembatan (m)
h      =  Tinggi rangka jembatan (m)

2.3.5    Perhitungan alat sambung  
            Berdasarkan buku catatan kuliah S1 ( Final Report Struktur Jembatan Baja) besarnya tekanan baut didasarkan pada perhitungan tampang satu dan tampang dua dengan ketentuan sebagai berikut :
a.      Sambungan Tampang Satu
         Kekuatan baut ditinjau terhadap geser dan ditinjau terhadap tumpu. kekuatan baut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
·             Kuat geser perbaut (tanpa ulir)
                  fRn = f (0,5 Fub) m x Ab ........................................................... (2.17)
·             Kuat geser pelat
                  fRn = f (2,4  Fub) d1 x tp............................................................ (2.18)
b.      Sambungan Tampang Dua
         Kekuatan baut ditinjau terhadap geser dan ditinjau terhadap tumpu. kekuatan baut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
·             Kuat geser perbaut (tanpa ulir)
                  fRn = f (0,5 Fub) m x Ab ........................................................... (2.17)
·             Kuat geser pelat
                  fRn = f (2,4  Fub) d1 x tp............................................................ (2.18)
Keterangan :
         Ngs   = kekuatan baut terhadap geser (kg)
         Nds  = kekuatan baut terhadap desak (kg)
         d       = diameter baut (cm)
         s        = tebal plat buhul (cm)
   *      = tegangan geser yang diizinkan (0,6  kg/cm)2
         stp   = tegangan tumpuan yang diizinkan (1,5  kg/cm)2
            s       = tegangan dasar yang diizinkan dengan baut mutu baja 8,8 (4267 kg/cm)2
         Fub     = tegangan tarik baut
Jumlah baut yang diperlukan dihitung dengan menggunakan persamaan :
         n = ...................................................................... (2.21)
Keterangan :
         P = Gaya batang (kg)
         n = Jumlah baut (buah)

2.3.6.     Sambungan Gelagar melintang dengan Gelagar Utama
            Berdasarkan Porma dan De Vries (1984), gaya batang bekerja pada baut bagian atas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
               N1 = ........................................................................... (2.22)
Keterangan :
         N1 = Gaya tarik baut (kg)
         R   = Gaya lintang atau gaya tumpuan (kg)
         W  = Jarak gaya lintang ketumpuan (cm)
         e    = Jarak titik berat baut dengan tepi plat penyambung (cm)

Gaya tarik baut diperlihatkan pada gambar 2.6 dibawah ini :








Ganbar 2.6.  Sambungan gelagar melintang dengan gelagar utama
Sumber :       Jembatan Potma dan De Vries (1984)

 













a.         Tegangan Tarik
            str    = .................................................................... (2.23)
b.         Tegangan Geser
                  = .................................................................... (2.24)
Keterangan :
            str    = tegangan tarik baut (kg)
            N1    = gaya tarik baut (kg)
            d       = diameter baut (cm)
            R      = gaya lintang atau gaya tmpuan (kg)
      *      = tegangan geser baut (kg/cm)2
      n       = jumlah baut
            Pada gelagar melintang, besarnya gaya mendatar dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :
            H      = ............................................................................... (2.25)
            D      = ......................................................................... (2.26)
Tegangan tumpuan yang timbul pada baut dapat dihitung dengan persamaan :
            stp   = ................................................................................. (2.27)
Keterangan :
            H      = Gaya tarik mendatar baut (kg)
            t        = Jarak antar baut tepi, atas dan bawah (cm)
            D      = Resultante gaya (kg)
            V      = Gaya geser baut (kg)
            stp   = Tegangan tumpuan pada baut (kg/cm)2
            d       = Diameter baut (cm)
            s        = Tebal plat badan gelagar melintang (cm)

2.3.7    Perhitungan Plat Buhul
            Gaya-gaya yang bekerja pada plat buhul diperlihatkan pada gambar 2.7 dibawah ini :


                                
      





Text Box: Ganbar  2.7.  Sambungan pada plat buhul
Sumber  :     Jembatan, Oleh Struyk dan Van Der Veen (1990)
 



Berdasarkan Struyk dan Van Der Veen (1990), bagian plat buhul yang Paling berbahaya adalah pada penampang AB. Jika “R” gaya batang kiri dan “D” gaya batang diagonal maka penampang AB menerima gaya tarik (P). Besarnya gaya tarik tersebut dihitung dengan persamaan :
         P = D Cos  +  R.............................................................................. (2.28)
Momen yang timbul pada penampang plat AB dihitung dengan persamaan :
         M = (D Cos  + R x e) .................................................................... (2.29)
         Akibat dari gaya tarik dan momen, maka timbul tegangan. Dimana tegangan yang timbul harus lebih kecil dari tegangan izin. Tegangan – tegangan adalah sebagai berikut :
a.      Tegangan tarik
         str = ......................................................................... (2.30)
b.      Tegangan geser
         p  =    < s, dimana  V = D sin  a............................................... (2.31)
Keterangan :
         P          =  Gaya tarik pada plat buhul (kg)
         D         =  Gaya batang diagonal (kg)
         R         =  Gaya batang bawah (kg)
         M         =  Momen pada plat buhul (kg/cm)
         F          =  Luas tampang plat buhul (cm) 2
         e          =  Titik tangkap momen pada plat buhul (cm)
         V         =  Gaya geser pada plat buhul (kg)
         str       =  Tegangan tarik yang timbul  (kg/cm) 2
p                    =  tegangan geser yang timbul (kg/cm) 2

2.3.8.     Lendutan
         Berdasarkan buku catatan, perubahan panjang-panjang dapat dihitung dengan persamaan :
         Untuk balok biasa dimana bahan finishing tidak akan rusak akibat lendutan yang terjadi, lendutan dibatasi sebesar :
         d izin   = ..................................................................................  (2.32)
         Lendutan yang terjadi d < d izin
Keterangan :
         d          =  Perubahan panjang batang (cm)
         P          =  Gaya batang (kg)
         L          =  Panjang batang (cm)
         E          =  Modulus elastisitas baja (2,1 x 10 kg/cm) 2
         F          =  Luas penampang profil (cm)
Lendutan yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
         min I    = ..........................................................................  (2.33)
Keterangan :
         M         = Momen yang terjadi  (tm)
        

No comments: